Tentang Pordasi

Berbagai organisasi pacuan pada zaman kolonial Belanda terbentuk bersamaan dengan tersedianya fasilitas berupa gelanggang pacuan di beberapa kota besar di Indonesia. Perkumpulan yang terkenal pada waktu itu di antaranya: Bataviase en Buitenzorgse Wedloop Societeit (BBWS), Preanger Wedloop Societeit (PWS), Minahasa Wedloop Societeit, Minangkabau Renbond dan lain-lain. Organisasi ini hidup sampai akhir pemerintahan Belanda. Selama Perang Dunia II dan masa pendudukan Jepang pacuan kuda di Indonesia tidak berkembang. Pada waktu itu pemerintah lebih banyak mencurahkan perhatiannya pada masalah kemiliteran. Fungsi kuda pada waktu itu lebih terarah kepada penggunaan untuk kepentingan perang serta menjadi alat angkut bagi kebutuhan militer bala tentara Jepang. Memasuki masa awal kemerdekaan, usaha pengembangan kuda juga kurang mendapat perhatian,karena hampir seluruh perhatian terpusatkan pada upaya mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamirkan pada tahun 1945.
Selama Perang Dunia II dan masa pendudukan Jepang pacuan kuda di Indonesia tidak berkembang. Pada masa itu pemerintah lebih banyak mencurahkan perhatiannya pada masalah kemiliteran. Fungsi kuda pada waktu itu lebih terarah kepada penggunaan untuk kepentingan perang serta menjadi alat angkut bagi kebutuhan militer bala tentara Jepang. Memasuki masa awal kemerdekaan, usaha pengembangan kuda juga kurang mendapat perhatian, karena hampir seluruh perhatian terpusatkan pada upaya mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamirkan pada tahun 1945.
Setelah tahun 1950, atas prakarsa para penggemar pacuan di daerah dan kota yang sebelum Perang Dunia II pernah memiliki organisasi, bersepakat untuk membentuk organisasi baru sebagai wadah kegiatan. Wadah kegiatan itu antara lain Perkumpulan Pacuan Kuda Jakarta Bogor (PPKDB) dan Perkumpulan Pacuan Kuda Priangan (PPKP). Berdasarkan kesepakatan bersama antar berbagai organisasi pacuan kuda, sekitar tahun 1953 berdiri suatu badan yang berusaha untuk menyatukan perkumpulan-perkumpulan yang tersebar di beberapå daerah dengan nama Pusat
Organisasi Poni seluruh Indonesia (POPSI) yang diketuai Letkol Singgih. Tetapi karena terjadi beberapa hambatan teknis, maka POPSI yang baru terbentuk itu tidak dapat bergerak maju dan mengembangkan diri menjadi suatu badan federasi. Namun demikian kegiatan pacuan kuda di Jawa, Sumatra, Sulawesi dan Nusa Tenggara tetap berlangsung walaupun tanpa organisasi yang mengikat satu sama lain, tiap-tiap daerah memiliki peraturan pacuan kuda. Bahkan sampai saat ini masih ada pacuan kuda tanpa pelana, yang digolongkan pacuan tradisional.
Dalam upaya menggalakkan pacuan kuda di Indonesia, para peminat dan pencinta pacuan di Indonesia menyadari perlu adanya suatu wadah yang dapat mengkoordinasikan segala kegiatan olahraga pacuan tersebut. Untuk melaksanakan hal tersebut, atas prakarsa para pengurus Perkumpulan Pacuan Kuda Priangan (PPKP), diadakan pendekatan dengan para peminat dan pencinta maupun klub-klub olahraga berkuda yang terdapat di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Utara. Umumnya mereka menyadari perlunya suatu wadah untuk melaksanakan kegiatan olahraga ini, sehingga kemudian mereka menyatakan kesediaannya untuk berpartisipasi dalam pembentukan wadah tersebut.
Pertemuan guna membahas pembentukan wadah organisasi olahraga berkuda di Indonesia, diawali dengan suatu eksebisi kejuaraan pacuan kuda di Bandung pada tanggal 9 Juni 1966. Pertemuan yang dihadiri oleh pimpinan atau pengurus olahraga berkuda yang berlangsung dari tanggal 11-12 Juni 1966 di Bandung, berhasil membentuk suatu wadah tunggal organisasi olahraga berkuda yang diberi nama Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (PORDASI). Adapun susunan pengurusnya terdiri dari: Ketua Umum: Achmad Sham, Ketua I urusan pacuan: Drh. Sjafri Sikar, Ketua II urusan pendidikan: Trisna Wangsanegara, Sekretaris I: Mochammad Husein, Sekretaris II: Drh. Wirasmo-no Sk, Bendahara I: Tripomo Wongsonegoro, Bendahara II: Oete Soediro, Komisaris-komisaris: Jawa Barat: Letkol T. Suandji, Jawa Tengah: Sukardi, Jawa Timur: Kol. Soemarsono, Sulawesi Utara: Drh. Soetiman dan Sumatra Barat: Letkol S. Djoened.
Tugas utama para anggota Pengurus Pusat Pordasi hasil musyawarah I di Bandung itu ialah memperjuangkan pengesahan organisasi dari pemerintah, kemudian menyusun Anggaran Dasar dan Rumah Tangga serta Peraturan Perlombaan Pacuan Nasional yang garis-garis pokoknya disetujui dalam musyawarah.
Dalam usaha untuk lebih meningkatkan serta menarik minat para penggemar pacuan di Indonesia, pada tanggal 12-13 Nopember 1966, untuk pertama kali diselenggarakan kejuaraan nasional pacuan kuda yang dihadiri para wakil daerah bertempat di lapangan Tanah Sareal, Bogor. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh pengurus untuk membahas dan mengesahkan Anggaran Dasar dan Rumah Tangga serta Peraturan Pacuan Kuda. Pada pertemuan itu panitia memberitahukan bahwa pemerintah telah mengakui PORDASI sebagai satu-satunya induk organisasi olahraga berkuda di Indonesia. Keputusan ini tertuang dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Olahraga tanggal 28 Oktober 1966 no. 016/tahun 1966. Hal lain yang menjadi kebanggaan bagi warga Pordasi ialah kesediaan Jenderal Soeharto (kini Presiden RI), menjadi Pelindung Pordasi melalui surat Departemen Angkatan Darat tanggal 7 Nopember 1966. Beliau juga menyatakan kesediaannya namanya diabadikan pada piala bergilir bagi kuda juara Kejuaraan Nasional Pacuan Kuda Pordasi.
Pada Kejuaraan Nasional I ini keluar sebagai pemenang dan berhasil merebut Piala Bergilir Soeharto adalah kuda kelas A bernama Diana milik Bapak Jenderal Soeharto. Acara pacuan dimeriahkan dengan demonstrasi Lompat Rintangan (Show Jumping) oleh klub ketangkasan berkuda Sekardiu, Bandung. Demonstrasi lompat berkuda itu baru pertama kali ditampilkan.
Langkah selanjutnya dalam upaya meningkatkan mutu kuda pacu di Indonesia, Pordasi mengambil beberapa kebijakan antara lain menyangkut pengadaan kuda pacu yang berkualitas baik, dengan cara meningkatkan mutu kuda lokal. Sedangkan untuk memajukan pacuan di daerah, dilakukan pendekatan dengan Pemerintah Daerah agar Pemerintah Daerah membangun gelanggang pacuan kuda yang berstandar internasional.
Selama Perang Dunia II dan perang kemerdekaan, lapangan pacu tidak dipergunakan sehingga terlantar. Sesudah tahun 1950-an hanya beberapa lapangan pacu yang masih utuh dan bisa digunakan, sesudah tahun 1965-an makin berkurang hanya tinggal beberapa lapangan yang masih dapat dipergunakan, di antaranya lapangan pacu Manahan di Solo dengan jarak pacu lebih pendek dari semula dan lapangan Tegallega (Bandung). Di beberapa daerah tingkat kabupaten masih terdapat lapangan pacu ukuran pendek 400-600 meter dan berpacu cara tradisional.
Pada tanggal 7 Juni 1971 untuk pertama kali semenjak Perang Dunia kedua, diresmikan lapangan pacu berstandar internasional di Pulomas Jakarta, berjarak 1800 meter, lengkap dengan tribun penonton serta memiliki kandang untuk 800 ekor kuda, dan fasilitas lainnya. Lapangan pacu Pulomas dibangun atas dasar kerjasama antara pemerintah DKI Jakarta dengan pihak swasta Australia. Sebagai sarana kelengkapan mempergunakan alat-alat canggih dan alat totalisator pacuan kuda, yang untuk pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat Indonesia, Kuda yang dipergunakan jenis thoroughbred yang diimpor dari Australia dan jenis lokal/silang. Totalisator yang dikelola secara profesional dan komersial sudah tentu menambah pendapatan negara dan merangsang para peternak dan pemilik kuda tidak hanya di daerah DKI Jakarta tetapi di seluruh tanah air untuk lebih meningkatkan produksi dan mutunya.
Manajemen pacuan Pulomas dengan nama Djakarta Racing Management (DRM-JRM) setiap tahunnya membutuhkan kuda 400-800 ekor, dengan frekuensi pacuan 2-3 kali seminggu. Kondisi ini telah memacu peternak kuda memenuhi kebutuhan akan kuda pacu, karena lambat laun kuda lokal menggantikan kuda pacu impor.
Penghapusan totalisator pada tahun 1981 memberikan dampak negatif mundurnya kegiatan pacuan kuda tidak hanya di ibu kota, tetapi dirasakan di seluruh tanah air, dan berakibat lumpuhnya usaha peternakan kuda.
Semenjak tahun 1981 pacuan kuda dilaksanakan secara non profesional, dengan imbalan uang menang jauh di bawah sebelumnya. Pada pacuan komersial besarnya uang menang diberikan dalam jumlah minimum 6 (enam) bulan biaya makan kuda. Pemberian uang menang merupakan rangsangan bagi peternak dan pemilik kuda. Pembangunan gelanggang pacuan di Jakarta mendorong berdirinya gelanggang pacuan di daerah lain. Di Sumatra Utara pada tahun 1971 dibangun gelanggang pacuan kuda di Tuntungan, kurang lebih 10 kilometer dari Medan. Jenis kuda pacu yang digunakan berasal dari Sumatra Barat (Padang Mangatas) sebanyak lebih kurang 100 ekor. Pada tahun 1970 di Padang Sidempuan diselenggarakan pacuan kuda, diikuti para penggemar kuda pacu Tapanuli Selatan: Di Padang (Sumatera Barat), dibangun gelanggang pacuan kuda berukuran internasional.
Equestrian

Pada tahun 1976 Pordasi resmi menjadi anggota FEI (Federasi Equestrian Internasional) dan sejak saat itu Pordasi rutin mengirim Atletnya mewakili Indonesia dalam Kejuaraan Equestrian Internasional, juga menyelenggarakan Kejuaraan Equestrian Internasional di Indonesia, termasuk yang terbesar saat menjadi Tuan Rumah Asian Games XVIII di Jakarta.
Dalam perjalanan cabang Equestrian di Indonesia, telah terjadi dualisme organisasi equestrian, yang penyelesaian dibawa ke badan arbitrase olahraga dunia yaitu CAS (court 0f Arbitration for Sports).
Dualisme yang diinisiasi oleh beberapa Oknum Pordasi-Eci untuk memisahkan Equestrian dari Pordasi, yang difasilitasi oleh KOI (Komite Olimpiade Indonesia), yang kemudian Sekjen KOI Arie Ariotedjo pada 20 Maret 2010 bersurat kepada Federasi Equestrian Internasional (FEI) yang menyatakan telah terjadi perubahan nama dari Pordasi-Eci menjadi EFI (Equestrian Federation of Indonesia).
Namun sejatinya, Pordasi selaku induk organisasi cabang equestrian sendiri tidak pernah melakukan perubahan nama Pordasi-Eci menjadi EFI. Oleh karenanya, Pordasi menganggap proses dan usaha dari EFI dibantu KOI untuk mengambil alih hak pengelolaan olahraga equestrian di Indonesia dan hak keanggotaan Pordasi di FEI adalah ilegal.
Dari tahun 2015 sampai kini tidak pernah ada usaha untuk memisahkan olahraga equestrian dari Pordasi. Apalagi FEI masih tetap mengakui Pordasi sebagai anggotanya. Hal itu juga tertuang dalam pengakuan atau keterangan tertulis dari pihak FEI kepada sidang panel CAS.
Oknum Pordasi-Eci difasilitasi oleh KOI pada saat itu membungkusnya seolah Pordasi-ECI, berubah nama menjadi EFI, sehingga dengan begitu keanggotaan FEI dialihkan dari Pordasi ke EFI, tanpa melalui prosedur penerimaan anggota melalui Sidang Umum FEI sebagaimana lazimnya.
Salah satu Oknum Pordasi-Eci yang terlibat dalam proses ilegal tersebut adalah menjadi Ketua Umum Pordasi masa bakti 2020 - 2024.
Selama periode Keanggotaan FEI diambil alih secara ilegal tersebut, Pordasi tetap membina kegiatan Equestrian, menggunakan bendera Equestrian Indonesia, dan tetap mempertahankan Komisi Equestrian menjadi bagian dari Pordasi.
Perjalanan panjang tidak mengenal lelah dan menuntut kembalinya keanggotaan Internasional FEI tersebut sampai ke Badan Arbitrase Sport Internasional (CAS - Court Arbitrage of Sport), pada akhirnya pada 2 Juni 2015, CAS mengeluarkan keputusan agar posisi Pordasi sebagai pengelola olahraga equestrian di Indonesia dipulihkan dan keanggotaan internasional EFI pada FEI dicabut, dikembalikan kepada Pordasi.
Keputusan CAS (Badan Arbitrase Sport Dunia) yang berpusat di Swiss bersifat Final dan Mengikat (Final and Binding) serta harus dipatuhi oleh seluruh negara yang menjadi anggota IOC (International Olympic Committee), dimana didalam proses persidangannya berjalan secara teliti, cermat dan independen tanpa bisa diintervensi atau dipengaruhi oleh Organisasi manapun di dunia.
Salah satu butir kesimpulan keputusan CAS berbunyi, bahwa Pordasi adalah organisasi olahraga berkuda di Indonesia yang unik yang mengelola juga Pacuan Kuda dan Polo Berkuda, selain Equestrian.
Sejak keputusan CAS tersebut pada tanggal 2 Juni 2015, secara otomatis Pordasi menjadi pengelola dan pembina equestrian di Indonesia, yang terafiliasi dan diakui kembali sebagai anggota FEI, yang terus secara rutin sampai dengan saat ini mengikuti agenda internasional FEI dan kegiatan FEI di Indonesia.
Selain Equestrian, CAS dan FEI juga mengakui bahwa Pordasi mengelola Polo Berkuda, Pacuan Kuda dan yang terakhir sejak 2020 disiplin Memanah Berkuda, yang masing-masing disiplin tersebut memiliki Keanggotaan Internasional, yang dengan demikian disiplin-disiplin tersebut, kecuali Pacu, secara rutin mengikuti agenda pertandingan Internasional, bahkan menjadi juara pada beberapa eventnya.
Pordasi sebagai Organisasi resmi dan terdaftar di Indonesia dan Internasional, dengan sendirinya seluruh kegiatan Pembinaan Pordasi untuk semua disiplin-disiplin tersebut diketahui dan terdaftar pada masing-masing Organisasi Internasional Polo, Memanah Berkuda dan Equestrian, selama ini tidak pernah ada Teguran atau Pelarangan dari FEI untuk Equestrian atau Organisasi Polo Internasional atau Organisasi Memanah Berkuda Internasional.
Omong kosong jika dikatakan FEI menegur Pordasi, karena mengelola disiplin lain selain Equestrian dan tidak ada satupun Statuta FEI yang melarangnya !!
Upcoming Events

Derby Nusantara: Kejuaraan Pacuan Kuda Indonesia

Kejuaraan Pacuan Kuda Jawa Timur Open
Polo Berkuda

Pada tahun 1976 Pordasi resmi menjadi anggota FEI (Federasi Equestrian Internasional) dan sejak saat itu Pordasi rutin mengirim Atletnya mewakili Indonesia dalam Kejuaraan Equestrian Internasional, juga menyelenggarakan Kejuaraan Equestrian Internasional di Indonesia, termasuk yang terbesar saat menjadi Tuan Rumah Asian Games XVIII di Jakarta.
Dalam perjalanan cabang Equestrian di Indonesia, telah terjadi dualisme organisasi equestrian, yang penyelesaian dibawa ke badan arbitrase olahraga dunia yaitu CAS (court 0f Arbitration for Sports).
Dualisme yang diinisiasi oleh beberapa Oknum Pordasi-Eci untuk memisahkan Equestrian dari Pordasi, yang difasilitasi oleh KOI (Komite Olimpiade Indonesia), yang kemudian Sekjen KOI Arie Ariotedjo pada 20 Maret 2010 bersurat kepada Federasi Equestrian Internasional (FEI) yang menyatakan telah terjadi perubahan nama dari Pordasi-Eci menjadi EFI (Equestrian Federation of Indonesia).
Namun sejatinya, Pordasi selaku induk organisasi cabang equestrian sendiri tidak pernah melakukan perubahan nama Pordasi-Eci menjadi EFI. Oleh karenanya, Pordasi menganggap proses dan usaha dari EFI dibantu KOI untuk mengambil alih hak pengelolaan olahraga equestrian di Indonesia dan hak keanggotaan Pordasi di FEI adalah ilegal.
Dari tahun 2015 sampai kini tidak pernah ada usaha untuk memisahkan olahraga equestrian dari Pordasi. Apalagi FEI masih tetap mengakui Pordasi sebagai anggotanya. Hal itu juga tertuang dalam pengakuan atau keterangan tertulis dari pihak FEI kepada sidang panel CAS.
Oknum Pordasi-Eci difasilitasi oleh KOI pada saat itu membungkusnya seolah Pordasi-ECI, berubah nama menjadi EFI, sehingga dengan begitu keanggotaan FEI dialihkan dari Pordasi ke EFI, tanpa melalui prosedur penerimaan anggota melalui Sidang Umum FEI sebagaimana lazimnya.
Salah satu Oknum Pordasi-Eci yang terlibat dalam proses ilegal tersebut adalah menjadi Ketua Umum Pordasi masa bakti 2020 - 2024.
Selama periode Keanggotaan FEI diambil alih secara ilegal tersebut, Pordasi tetap membina kegiatan Equestrian, menggunakan bendera Equestrian Indonesia, dan tetap mempertahankan Komisi Equestrian menjadi bagian dari Pordasi.
Perjalanan panjang tidak mengenal lelah dan menuntut kembalinya keanggotaan Internasional FEI tersebut sampai ke Badan Arbitrase Sport Internasional (CAS - Court Arbitrage of Sport), pada akhirnya pada 2 Juni 2015, CAS mengeluarkan keputusan agar posisi Pordasi sebagai pengelola olahraga equestrian di Indonesia dipulihkan dan keanggotaan internasional EFI pada FEI dicabut, dikembalikan kepada Pordasi.
Keputusan CAS (Badan Arbitrase Sport Dunia) yang berpusat di Swiss bersifat Final dan Mengikat (Final and Binding) serta harus dipatuhi oleh seluruh negara yang menjadi anggota IOC (International Olympic Committee), dimana didalam proses persidangannya berjalan secara teliti, cermat dan independen tanpa bisa diintervensi atau dipengaruhi oleh Organisasi manapun di dunia.
Salah satu butir kesimpulan keputusan CAS berbunyi, bahwa Pordasi adalah organisasi olahraga berkuda di Indonesia yang unik yang mengelola juga Pacuan Kuda dan Polo Berkuda, selain Equestrian.
Sejak keputusan CAS tersebut pada tanggal 2 Juni 2015, secara otomatis Pordasi menjadi pengelola dan pembina equestrian di Indonesia, yang terafiliasi dan diakui kembali sebagai anggota FEI, yang terus secara rutin sampai dengan saat ini mengikuti agenda internasional FEI dan kegiatan FEI di Indonesia.
Selain Equestrian, CAS dan FEI juga mengakui bahwa Pordasi mengelola Polo Berkuda, Pacuan Kuda dan yang terakhir sejak 2020 disiplin Memanah Berkuda, yang masing-masing disiplin tersebut memiliki Keanggotaan Internasional, yang dengan demikian disiplin-disiplin tersebut, kecuali Pacu, secara rutin mengikuti agenda pertandingan Internasional, bahkan menjadi juara pada beberapa eventnya.
Pordasi sebagai Organisasi resmi dan terdaftar di Indonesia dan Internasional, dengan sendirinya seluruh kegiatan Pembinaan Pordasi untuk semua disiplin-disiplin tersebut diketahui dan terdaftar pada masing-masing Organisasi Internasional Polo, Memanah Berkuda dan Equestrian, selama ini tidak pernah ada Teguran atau Pelarangan dari FEI untuk Equestrian atau Organisasi Polo Internasional atau Organisasi Memanah Berkuda Internasional.
Omong kosong jika dikatakan FEI menegur Pordasi, karena mengelola disiplin lain selain Equestrian dan tidak ada satupun Statuta FEI yang melarangnya !!
Upcoming Events

Derby Nusantara: Kejuaraan Pacuan Kuda Indonesia

Kejuaraan Pacuan Kuda Jawa Timur Open
Memanah Berkuda

Pada tahun 2020, melalui Musyawarah Nasional Pordasi di Bandung, disiplin Memanah Berkuda diterima bagian disiplin olahraga berkuda Pordasi dibawah Komisi Menanah Berkuda.
Upcoming Events

Derby Nusantara: Kejuaraan Pacuan Kuda Indonesia

Kejuaraan Pacuan Kuda Jawa Timur Open
PP PORDASI 2024-2028

PP Pordasi Masa Bakti 2024-2028 dipimpin oleh Aryo PS Djojohadikusumo yang merupakan hasil dari Musyawarah Nasional (MUNAS) PP Pordasi XIV yang diselenggarakan pada 30-31 Mei 2024 bertempat di Goodrich Hotel Antasari Jakarta Selatan. Pelaksanaan Munas PP Pordasi XIV merupakan inisiatif dari Pengprov-pengprov Pordasi dari berbagai daerah setelah kepengurusan PP Pordasi sebelumnya tidak melaksanakan Munas sesuai ketentuan AD/ART pasca periode kepengurusannya berakhir pada 31 Januari 2024.
Munas PP Pordasi XIV dihadiri oleh 12 Pengprov Pordasi dari total 25 Pengprov Pordasi yang terdaftar yang mana 5 Pengprov Pordasi diantaranya merupakan kepengurusan yang tidak aktif atau tidak pernah berkegiatan. Terkait suara quorum, PP Pordasi memiliki mekanisme perhitungan tersendiri dengan menggunakan sistim bobot poin, dengan penjelasan bahwa Pengprov PP Pordasi yang masuk kedalam kategori pendiri Pordasi, pernah menyelenggarakan Kejurnas atau kejuaraan berkuda tingkat internasional memiliki bobot poin yang lebih besar. Sehingga bila digambarkan secara jelas, dari total 25 Pengprov Pordasi dengan jumlah 39 poin, maka dari 12 Pengprov Pordasi yang hadir pada Munas PP Pordasi XIV diraih penghitungan total 26 poin yang sekaligus memastikan bahwa Munas PP Pordasi XIV dinyatakan quorum.
Pelaksanaan Munas PP Pordasi XIV berjalan lancar dengan dipimpin oleh para perwakilan dari 5 Pengprov pendiri Pordasi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Sulawesi Utara, dan Jawa Timur. Dipimpin oleh Yeyen Rusyana Diyan, Muchamad Munawir, Ferdinand Tumbol, Faullo Rossi dan Abdul Hamzah (pengurus periode sebelumnya yang mewakili Jawa Timur), Munas PP Pordasi XIV menghasilkan beberapa keputusan penting yakni menetapkan Aryo PS Djojohadikusumo sebagai Ketua Umum PP Pordasi Masa Bakti 2024-2028 sekaligus didaulat menjadi Ketua Tim Formatur bersama H. M. Chaidir Saddak dan Teuku Riefky Harsya yang bertugas menyususun struktur organisasi PP Pordasi Masa Bakti 2024-2028.
Pasca terpilih sebagai Ketua Umum PP Pordasi masa Bakti 2024-2028, Aryo PS Djojohadikusumo pun segera menggagas acara pertemuan para Tokoh-tokoh berkuda yang terlibat dalam pelaksanaan Munas PP Pordasi XIV untuk bertemu Presiden RI Prabowo Subianto (saat itu masih menjabat Menteri Pertahanan RI) pada 4 Juni 2024. Dalam sambutannya, Prabowo Subianto berharap agar PP Pordasi dibawah kepemimpinan Aryo PS Djojohadikusumo dapat membawa prestasi olahraga berkuda Indonesia hingga ke tingkat dunia.
Kemudian pada tanggal 10 Juni 2024, PP Pordasi akhirnya merilis susunan struktur kepengurusan PP Pordasi Masa Bakti 2024-2028 melalui Surat Ketetapan Rapat Formatur Nomor 01/Formatur/Pordasi/2024 tentang Penetapan Kepengurusan PP Pordasi masa Bakti 2024-2028. Selain menetapkan Aryo PS Djojohadikusumo sebagai tampuk pimpinan, rapat Tim Formatur juga memutuskan H. M. Chaidir Saddak sebagai Ketua Harian dan Adinda Yuanita. MT sebagai Sekretaris Jendral beserta ketua-ketua dari 5 komisi (Pacuan, Equestrian, Polo, Horseback Archery, dan Peternakan).
Beragam pengakuan legalitas PP Pordasi Masa Bakti 2024-2028 dibawah kepemimpinan Aryo PS Djojohadikusumo pun datang dari Federeste Equestre Internazionale (FEI) atau Federasi Equestrian Internasional melaluis urat tertanggal 29 Oktober 2024 yang ditandatangani oleh Ingmar De Vos (President) dan Sabrina Ibanez (Secretary General) yang merupakan buah dari rekomendasi Komite Olimpiade Indonesia (KOI) yang sebelumnya telah mengirimkan surat rekomendasi Nomor 10.8.3/NOC-INA/SET/2024 yangditandatangani oleh Sekjen KOI Wijaya Noeradi.
Keabsahan kepemimpinan Aryo PS Djojohadikusumo pun semakin kuat dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU-0001 466.AH.01.08 TAHUN 2024 tentang Persetujuan Perubahan Perkumpulan Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia.
Kini dengan perkembangan olahraga berkuda di Indonesia yang semakin masif, PP Pordasi memiliki tugas dan tanggung jawab yang berat dalam menjawab tantangan membawa olahraga berkuda Indonesia menuju prestasi internasional yang semua itu dapat diraih dengan konsen pembinaan di dalam negeri yang terpadu dan terprogram.
Dengan segala dinamika yang ada, PP Pordasi melalui seluruh Komisi-komisi dibawahnya bertekad maju setahap demi setahap dalam mewujudkan olahraga berkuda sebagai industri di negeri sendiri.